Penulis: Hamid Faozi, S.Pd.
SDN Ringinputih 3, Magelang
Dewasa ini terjadi perubahan Pendidikan begitu ekstream. Hal ini menjadi sorotan seluruh dunia. Setiap negara mengalami kegagalan berbagai sektor. Begitu juga Pendidikan yang terjadi di negara kita. Pandemi Covid-19 yang terjadi lebih dari 2 tahun menguras begitu banyak energi dan fikiran. Alokasi dana Pendidikan yang tersedot untuk penanganan wabah juga menjadi salah satu faktor penyebab degradasi kualitas Pendidikan kita.
Namun pasca pandemi juga tidak sepenuhnya pendidikan mengalami kegagalan. Para pendidik dituntut untuk melakukan banyak perubahan secara cepat untuk menangani masalah tersebut. Banyak guru yang belum menguasai teknologi, lalu dengan cepat belajar untuk menguasai hal baru dalam berinteraksi dalam proses pembelajaran dengan muridnya. Kemudian banyak guru mengikuti banyak pelatihan dalam upaya peningkatan kompetensi mereka. Hal ini berdampak bagi pribadi para guru yang berefek pada peningkatan kompetensi murid-murid dan kualitas Pendidikan pada umumnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yaitu Bapak Nadiem Anwar Makarim pernah berkata bahwa, akar permasalahan Pendidikan di Indonesia adalah karena kurangnya inovasi yang dilakukan. Dalam suatu organisasi akan berhasil dalam mengembangkan inovasi apabila ada tiga resep/strategi yang diterapkan di dalamnya. Yang pertama adalah fleksibilitas atau kebiasaan otonomi untuk bereksperimen. Kemudian yang ke dua yaitu diberikan resource, diantaranya resource pelatihan, ilmu, finansial dan resource mentoring serta coaching. Dan yang ke tiga merupakan purpose manusianya yang jelas.
Jika tiga resep ini telah terwujud dalam satu Lembaga pendidikan, tidak akan mungkin improve/kemajuan itu tidak akan muncul. Namun tidak mungkin kemajuan ini tidak ada kendalanya. Tidak dapat dimungkiri regulasi yang panjang serta berbelit-belit. Belum lagi banyak kepentingan yang muncul dari dari semua jalur birokrasi pendidikan. Sekat-sekat ini jelas menghambat hal tersebut. Padahal kemunduran Pendidikan selama dua tahun terakhir membutuhkan akselerasi perbaikan serta pengembangan.
Pada masa tatanan normal baru ini semua elemen dituntut untuk segera merumuskan dan menjalankan proses pendidikan dan pembelajaran yang serius. Lini di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan seharusnya mengamini yang menjadi kebijakan dan rencana perubahan yang dilakukan. Jadi bagi sekolah selaku lembaga ujung tombak pendidikan tidak dibuat bingung dalam menjalankan amanat undang-Undang Dasar 1945. Semua berfokus untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salah satu langkah usaha mencerdaskan kehidupan bangsa melalui standardisasi pendidikan. Namun standardisasi sekolah bukan lagi berdasar nilai ujian akhirnya. Namun fokus pada pengembangan profil pelajar Pancasila yang termasuk dalam proses intra kurikuler, kokurikuler, ekstra kurikuler, serta pada P5 yaitu Projek Pengutan Profil Pelajar Pancasila. Dalam proses yang dilakukan murid harus mempertimbangkan perkembangan kepemimpinan. Maka diharapkan projek yang dilakukan terbentuk dari beberapa murid. Hal ini akan memicu tumbuhnya keberanian berpendapat, mampu mendengarkan pendapat, serta menghargai orang lain.
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya keras dalam menanggulangi degradasi ini. Adanya Pendidikan Guru Penggerak yang sudah memasuki Pendidikan Angkatan 5 di seluruh kabupaten kota seluruh Indonesia. Seleksi pada Angkatan 7 yang sudah melelui tahap 1, dan sekarang mulai memasuki tahap 2. Demikin pula dengan program Sekolah Penggerak yang telah dilakukan pada Angkatan 1 dan 2. Angkatan 3 yang sedang berlangsung seleksi tahap ke-2.
Besar harapan dari program yang terus berjalan dari angkatan ke angkatan berikutnya menjadi booster angin segar bagi dunia pendidikan Indonesia yang memanusiakan manusia. Era industry 4.0 yang begitu pesat menuntut pendidikan juga melakukan perombangan sistem yang berjalan. Menyelaraskan dengan perubahan yang sedang terjadi saat ini. Era digital dan kecerdasan robot buatan yang terus dikembangkan menjadi tantangan yang harus dikuasai oleh manusia Indonesia. Maka pada Assesment Nasional Berbasis Komputer (ANBK) menjadi tolak ukur pemetaan aset yang dimiliki oleh lingkungan sekolah. Rapor Pendidikan tidak lagi dilihat dengan kacamata ujian akhir pada jenjang kelas terahir. Namun hasil yang diperoleh sebagai bahan dasar untuk pengembangan sekolah tersebut, terutama pada bidang literasi maupun numerasi.
Untuk itu, seluruh elemen Pendidikan dari tingkat terendah sampai level pengambil kebijakan seyogianya memahami apa yang sedang diprogramkan oleh pemerintah. Semua itu agar target jangka pendek pendidikan 2 sampai 3 tahun kedepan benar-benar tercapai. Sudah bukan waktunya orang-orang di dunia Pendidikan menjadi gagap dalam menerjemahkannya. Terlebih dengan penafsiran kepentingan pribadi yang dipaksakan untuk dijalankan pada level sekolah. Ini yang dikhawatirkan terjadi malpraktik dalam dunia Pendidikan oleh orang Pendidikan sendiri.
Untuk itu, Pendidikan akan menjadi berkembang dan mencapai standar yang tinggi jika semua elemen dalam Pendidikan sama-sama sadar untuk menyukseskan dan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Bertepatan dengan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia di usia yang ke-77, inilah saatnya.